Rabu, 07 April 2010

RASIONALISME

Penulis terinspirasi mata kuliah Etika dan Filsafat Komunikasi dengan panduan buku Dani Vardiansyah berjudul Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.
Beliau adalah salah satu dosen Universitas Esa Unggul, Fakultas Ilmu Komunikasi.

PARADIGMA DASAR KEILMUAN
Dari sejarah pertumbuhan ilmu, secara implisit terlihat bahwa pengetahuan ilmu sangat tergantung pada cara pandang dalam menumbuhkembangkannya. Cara pandang disebut juga perspektif. Sebagaimana diutarakan, perspektif dimaknai sebagai paradigma. Istilah ini pertama kali diperkenalkan Thomas Khun, yang sinonim dengan diciplinary matrix atau weltanschaung. Dalam pembahasan, mari definisikan paradigma ilmu sebagai cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungan keilmuan yang akan mempengaruhi dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam upaya mencari dan menemukan pengetahuan ilmu dan kebenaran. Terdapat dua dasar utama paradigma ilmu yang dibahas buku ini, yaitu rasionalisme dan empirisme. Keduanya dijadikan bahan kajian utama karena berada pada posisi ekstrem bertentangan dan memiliki pengaruh luas dalam penurunan metode penelitian, khususnya yang terkait dengan ilmu komunikasi. Selain rasionalisme dan empirisme, terdapat paham lain yang dikenal sebagai kritisisme−diajukan Emanuel Kant dan karenanya sering juga disebut kantianisme sebagai “kompromi” antara rasionalisme dan empirisme−serta instuisionisme yang masih mencari dukungan epistemologis dan metodologis. Dengan pertimbangan itu, dua aliran terakhir tidak dikupas dalam buku yang bersifat pengantar ini.
RASIONALISME
Ini merupakan paham yang menekankan rasio atau kerja akal yang disebut logika sebagai sumber utama pengetahuan manusia. Akal merupakan otoritas terakhir dalam menentukan kebenaran. Dilihat dari sejarah pertumbuhan ilmu, rasionalisme sesungguhnya telah membibit pada zaman Yunani Kuno. Pada masa itu, jenis pengetahuan manusia yang ada utamanya adalah filsafat dan ilmu hitung yang sekarang disebut matematika, termasuk statistika di dalamnya. Pada masa awal pertumbuhannya, rasionalisme terlahir sebagai cara mendapatkan pengetahuan sebagai upaya menepis keabsahan mitos dan menggantinya dengan logos.
Akar pemikiran rasionalisme ini misalnya dapat dilihat pada Plato. Ia mempercayai ide bawaan dalam diri manusia yang ada sejak awal, disebutnya sebagai “ide abadi”. Menurut Plato, manusia terlahir sudah membawa ide abadi dari alam sebelum kelahirannya. Baginya, pengetahuan adalah hasil ingatan yang melekat pada manusia. Pengetahuan adalah pengenalan kembali akan hal yang sudah diketahui oleh ide abadi itu. Artinya pengetahuan adalah kumpulan ingatan terpendam dalam benak manusia. Karena itu, untuk mengetahui dan menyelidiki sesuatu, yakni guna mencapai pengetahuan sejati, manusia harus mengandalkan akal atau rasionya yang sudah mengenal ide abadi itu sejak awal. Pejamkan mata, tutup telinga, duduklah dalam konsentrasi, masuk ke dalam diri, menggali ide abadi. Dalam perenungan itu, manusia mengerahkan kemampuan akal. Dengan itulah manusia berfilsafat, mencari pengetahuan, dan mendapatkan kebenarannya.
Pemikiran dasar Plato dibawa oleh Rene Descartes (1596-1650). Baginya, data indrawi sebagai suatu kepastian bisa saja sebuah mimpi yang dirasakan sebagai kenyataan. “Cogito Ergo Sum”, aku berpikir, maka aku ada, katanya. Lilin jika dipanaskan mencair dan berubah bentuk. Apa yang membuat pemahaman kita menyatakan bahwa yang tampak sebelum dan sesudah mencair masih lilin yang sama? Mengapa setelah penampakan berubah masih dianggap lilin yang itu juga? Jawabnya, karena akal manusia mampu menangkap ide secara jernih dan gamblang, tanpa terpengaruh oleh gejala yang ditampakkan lilin pada penglihatan. Baginya, penampakan dari luar tidak dapat dipercaya. Seseorang harus mencari kebenaran dalam diri sendiri−pada rasionya−yang bersifat pasti. Implikasinya, dalam titik ekstrem, penganut rasionalisme mengabaikan bahkan menolak peran pengalaman dan pengamatan pancaindra bagi pengetahuan. Bagi rasionalisme, pancaindra bisa menipu dan karenanya tidak bisa diandalkan: bintang di langit terlihat kecil padahal besar. Botol penuh terisi air seakan kosong. Sendok dimasukkan ke dalam segelas air seolah patah. Tampak genangan air di padang pasir, nyatanya tidak. Selain Rene Descartes, tokoh sentral rasionalisme abad ke-17 dan ke-18 antara lain Leibniz, Christian Wolff, dan Spinoza.
Rasionalisme menekankan cara berpikir deduktif dalam membangun pengetahuan. Rasionalisme menyatakan, kebenaran yang dikandung oleh kesimpulan yang diperolehnya sama banyaknya dengan kebenaran yang dikandung oleh premis-premis yang mengakibatkan kesimpulan tersebut. Maka, jika mengiginkan agar kesimpulan-kesimpulan itu berupa pengetahuan, premis-premis itu harus benar secara mutlak, yang disebut Descartes sebagai kebenaran apriori. Pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang keberadaannya tidak memerlukan pengalaman, melainkan berdasarkan pemikiran yang dikembangkan akal. Jadi, bagi rasionalisme, pengetahuan dapat diperoleh tanpa pengalaman indrawi. Bagi rasionalisme, sumber pengatahuan manusia adalah rasio. Karenanya, carilah pengetahuan itu pada rasio. Rasio itu berpikir. Berpikir inilah yang membentuk pengetahuan. Karenanya, hanya manusia yang berpikir yang akan mendapatkan pengetahuan dan kebenaran. Berdasarkan pengetahuannya, manusia berbuat dan menentukan tindakan. Tumbuhan dan hewan tidak berpikir, karena itu mereka tidak berpengetahuan. Tindakan makhluk yang tidak memiliki rasio, ditentuksn oleh naluri yang dibawa sejak lahir. Tumbuhan dan hewan mengalami pengalaman seperti manusia. Namun, mereka tidak mampu membentuk pengetahuan dari pengalamannya. Karenanya, pengetahuan hanya dibangun oleh makhluk bernama manusia, dilakukan melalui rasio.
Singkatnya, rasionalisme menyatakan , sumber pengetahuan manusia adalah rasio, dan darinyalah didapatkan kebenaran objektif. Bagi rasionalisme, cara berpikir ideal guna membangun pengetahuan adalah melakukan kesimpulan akhir secara deduktif. Dalam penarikan kesimpulan deduktif, berdasarkan rumusan umum disimpulkan hal yang khusus. Secara ekstrem dapat dinyatakan, kesimpulan rasional tidak lagi memerlukan pengujian empiris, cukup akal manusia yang menetapkan. Karena itu, dalam berpikir, menyimpulkan, dan membangun pengetahuan secara deduktif, yang utama adalah ketertiban bernalar. Antara pernyataan yang satu dengan pernyataan yang lain tidak boleh bertentangan. Setiap segi empat memiliki empat sudut. Tanpa lagi harus teruji secara empiris, hal ini adalah benar. Jadi, rasionalisme mencari hukum yang universal, bersifat umum, bukan yang khusus, yang berlaku kapan pun dan dimana pun.
Sebagaimana diutarakan, rasionalisme berakar pada masa Yunani hingga kemudian Rene Descartes lahir di Abad Renaissance, dan mendapat gelar bapak filsafat modern. Pola pikir rasionaliasme tumbuh di saat filsafat modern dan ilmu hitung bergerak pada kesempurnaannya. Dalam ilmu hitung, berdasarkan rumus yang berlaku umum dapat disimpulkan jarak bumi dan matahari, tanpa harus membawa alat ukur dan turun secara empirik ke lapangan guna menguji kebenarannya.
Kesimpulan:
Jadi, pada masa pemikiran rasionalisme ini, tidak ada kebenaran yang mutlak dalam mengambil suatu keputusan. Sebab, mereka hanya menggunakan hasil pemikiran mereka terhadap suatu persoalan yang ada pada masa itu. Pejamkan mata, tutup telinga, duduklah dalam konsentrasi, masuk ke dalam diri, menggali ide abadi. Dalam perenungan itu, manusia mengerahkan kemampuan akal. Dengan itulah manusia berfilsafat, mencari pengetahuan, dan mendapatkan kebenarannya. Walaupun belum tentu kebenaran yang mereka temukan bersifat mutlak, tentunya manusia memiliki keterbatasan dalam berpikir. Tidak semua manusia memiliki hasil pemikiran yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

♥♥♥ kata sambutan,, ♥♥♥

Beeeeh.. ni LaLaLa blog bener-bener NGASAL BLOG..

yang pasti :

1. blog ini tercipta karena tuntutan nilai dan harkat perkuliahan kami.. Ya! siapa yang "ngerjain" kami? ni cek -> ☺☺☺
hohoho.. PAK ARNAS is the best! This words came out from the very deepest of our heart.. THANKS BUANGET SIR!
seengganya kita jadi melek IT (meski dikiiiiit buanget) hehe

2. dari tadi ngomong kami, kami, kami, kami mulu.. Yeah! kite satu kelompok ada empat orang.. warna kita beda-beda, tapi tetap satu jua! (SUMPAH PEMUDA). n that's why, poto kita tuh gambar kupu-kupu pelangi.. (thx buat sumber atas poto kita.. lucu!)

3. yah pokoknya gitu deh.. happy blogging all! God bless You!
assalamu alaikum everybody!